Wawancara: Emma Soekarba
Berikut Jawaban Budayawan Pantura
Nurochman Sudibyo YS (Ki Tapa Kelana):
1. Kapan tarling Indramayu lahir?
Jawaban Ki Tapa Kelana:
Penggunaan Gitar dan Suling dimulai sejak jaman masyarakat Eropa membawa Alat musik Gitar melalui jalan perdagangan di Pelabuhan Cimanuk. Belanda berkuasa di Muara Cimanuk dengan membangun Stasiun Terakhir di Paoman, Gudang Beras Bramasta di Bawah Randu Gede Sebelah Timur Sungai Cimanuk dan Sebelah baratnya pusat pemerintahan Belanda di abad 16. Saat itu Belanda memperkenalkan irama stambul setelah sebelumnya membawa tanjidor (jidur) selama ratusan tahun. Dikisahkan dimasa masyarakat belanda mendekati akhir kekuasaannya, ada seorang bangsa belanda rusak terjatuh. Dibetulkan oleh kalangan pribumi ahli kayu di desa kepandean yang jadi nenek buyut Pa Sugra, warga Desa Kepandean, yang hingga akhir hayatnya beberapa tahun lalu dikukuhkan sebagai penemu Tarling. Karena ia adalah keturunan ahli kayu dan juga pembuat gitar yang meniru gitar jaman Belanda.
Pada saat kakek buyut Pa Sugra membetulkan gitar yang pecah itu, ia iseng memetik dawai gitar. Ternyata saat dipetik suaranya ada yang mirip dengan suara gamelan. Adapun masyarakat pada zaman itu rata-rata faseh dengan irama gamelan sebagai alat hiburan yang digunakan dalam bermain musik dengan laras kiser, bendrong, bayeman, kasmaran, macan ucul dll. Adapun lagu-lagunya merupakan bentuk lagu-lagu pengungkapan hati dan perasaan masyarakat disaat itu.
Atas jasa sesepuh Pak Sugra itulah kemudian alat tradisional gamelan,gendang dan suling yang biasanya dipikul secara berkeliling dari-desa ke des disaat ngamen, diubah atau dipindahkan pada gitar (migrasi) dengan menggunakan Gitar dan suling saja. Karena pada jaman mudanya Pak Sugra dikenal sebagai pelatih tembang dan bermain gitar dengan laras gemelan , maka ia disebut tokoh yang pertama memindahkan irama gamelan ke Gitar dan Suling. Namun demikian namanya saat itu bukan tarling namun kesenian Teng-dung. Dalam pentas kesenian ini yang digelar dari rumah ke rumah acara keluarga dan pertemanan kemudian ditambahi dengan gendang, kecrek dan kemlong. Namanya juga belum diebut Tarling. Padahal saat itu Jayana (tokoh dalang Tarling) Dadang Darniah (sinden Tarling) di saat mudanya berkumpul di rumah Pak Sugra sekitar tahun 1940 an.
Seiring kemajuan jaman dan tuntutan kebutuhan hiburan masyarakat, jika gamelan digunakan mendukung seseorang bercerita dunia pewayangan disebut gamelan wayang. Jenisnya ada dua gamelan yaitu Prawa dan Pelog. Adapun pada jenis musik tengdung berlaras tembang kiser ini menjadi monoton saat disajikan semata berupa tembang yang menyayat dan yang agak gancang (cepat) disebut kiser gancang seperti Lagu Sumpah Suci, Wulan Purnama, Gadis Indramayu.
Maka untuk memberikan sebuah sajian yang bisa ditonton semalam suntuk, para seniman tengsung saat itu memasukkan unsur drama humor dan drama keluarga. Tentu saja diringi tembang sinden dan lagulagu kiser gancang. Namun demikian Ketika dituntut apa nama kesenian ini di Jaman pasca kemerdekaan Jayana salah satu t okoh mudanya pada waktu itu menyebut kesenian ini “Melodi Kota Ayu” untuk menyebut senuah musik yang didominasi melodi gitar dari kota Indramayu. Di masa kurang lebih lima belas tahunan kesenian ini melanglang jagat dari desa ke desa dari kota-ke kota.
Kepiawaian Jayana dalam mementaskan “Melodi Kota Ayu” semakin banyak diminta oleh kalangan bangsawan dan ningrat kraton Cirebon. Tensi pentasnya pun kemudian lebih banyak di Cirebon sampai ia menikah dengan keluarga kraton Cirebon. Saat itulah Jayana dimintta mengganti nama untuk pentas keseniannya “Melodi Kota Cirebon”. Sementara itu muncul tokoh muda di Cirebon yang mulai mengikuti langkah-langkah berkesenian Jayana, yaitu Sunarto Martaatmaja. Di pertengahan tahun 60 hingga 70 an Saat itu dijaman kejayaan Sunarto ia menyebut dan mempropagandakan kesenian yang telah dimunculkan Jayana itu dengan Nama Tarling. Sebutan dari Gitar dan Suling sebagai alat musik yang mendominasi kesenian tersebut. Sunarto berhasil mengangkat nama kesenian Tarling mankala ia pentas bareng dengan pesinden terkenal asal Indramayu Mimi Dadang Darniah di tahun 1971 di Radio RRI Cirebon sebagai satu-satunya Corong komunikasi dan alat hiburan masarakat di Wilayah 3 Cirebon yang meliputi; Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Majalengka, Kuningan dan Indramayu. Sunarto dan Dadang mengisahkan lakon “Gandrung Kapilayu” atau yang kemudian dikenal Kang Ato Ayame ilang sebagai bagian dari dialog percintaan mereka di acara Live RRI tersebut.
Pada perkembangan berikutnya setelah ramainya sebuatan kesenian Tarling oleh Sunarto dan Peseinden Dadang Darniah, di Indramayu kemudian bermunculan group-group baru setelah Jayana berkesenian di Kota Cirebon. Pesinden Dadang Darniah membentuk Tarling Endang Darma, Pesindn Hj. Dariah membuat kesenian dengan nama Tarling “Cahaya Muda”, Di Cirebon Muncul Abdul Adjib membentuk Tarling “Putra Sangkala”
2. Apakah ada perbedaan antara tarling Indramayu dan tarling Cirebon? Mana yang lebih dahulu muncul?
Jawaban:
Tak ada perbedaan antara tarling Indramayu dan Cirebon. Mereka para tokoh tarling di Cirebon mengakui keberadaan seniman-seniman Indramayu yang mempelopori kesenian ini. Meskipun Kang Sunarto yang mempropagandakan pertama kali dengan nama Tarling. Adapun H. Abdul Adjib dalam beberapa pertemuannya dengan tokoh seniman dan budayawan Cerbon Indramayu, ia mengenal Jayana pada saat ia usia SMP. Namun ia tak pernah belajar seni tarling pada siapapun. IA hanya belajar kesenian gamelan dan lagu-lagu klasik di kraton cirebon. Lalu Abdul Adjib melakukan pemindahan pengalaman bermain musik gamelan yang dikuasainya dengan alat musik gitar. Jadi sah saja jika Abdul ajib mengaku ia menemukan sendiri permainan gitarnya yang kemudian ikutan menamai kesenian yang dirintisnya dengan nama Tarling. Dan hanya Abdul Adjiblah tokoh yang mampu menciptakan lagu-lagu ke publik nasional dan cerita dalam lakon dramanya yang fenomenal, karena ia sangat tekun memilih lagu dan membuat drama dengan tehnik dan cara pendidikan karena latar belakangnya sebagai tokoh seniman tarling yang berlatar belakang pendidikan tinggi dan ningrat Cirebon. Maka lahirlah lagu Warung Pojok yang terkenal, lalu Sega Jamblang, Tukang Cukur, Angon Bebek yang ia sebut laras kiser gancang. Dan Kisah Drama “Baridin Suratminah” atau Kemat Jaran Guyang” juga Martabakrun, dan Lakon “Rajeg Kerep Kandang Ayam”.
3. Apa ciri-ciri tarling Indramayu klasik dan modern?
Jawab:
Tarling Indramayu klasik dan modern itu sebenarnya hanya istilah. Karena modernisasi itukan suatu perkembangan jaman. Tarling kalau dilihat dari alatnya sudah modern. Kalau lagu dan irama musiknya klasik. Karena sudah ada darijaman hindu dan penjajahan belanda. Hanya saja kini Sebutan Tarling Klasik ya kalau mau jujur adalah Tarling “Teng Dung” sebuah tembang dengan irama yang dihasilkan dari gitar dan suling saja dengan laras tembang klasik dermayonan, seperti Kiser Saedah, Kiser Kedongdong, Cirebon pegot, Dermayon pegot, Kasmaran, Bayeman, bendrong. Yang lagu-lagu itu asalnya diambil dari lagu-lagu pujanggaan berupa pupuh dandang gula, sinom, kinanti, pangkur dll yang diperbaharui dengan laras pelan melalui suara gitar dan suling.
Adapun yang disebut tarling modern saat ini yaitu grup kesenian tarling yang awalnya memiliki 2 group dalam satu rombongan. Ya group seniman tradisi pendukung drama dan musik tarling ya juga group berirama dangdut dengan petikan gitar gaya tarling yang kadang menyanyikan lagu dangdut asli berbahasa Indonesia, kadang berbahasa Indramayu-Cirebon. Saat ini malah muncul modernitas yang lain. Ada group kesenian tarling yang menggunakan alat musik trio organ. Yaitu Gitar, Suling dan Organ dan Kendang Blangpak. Ada juga yang dengan organ saja bisa membawakan lagu klasik tarling, dangdut dan lagu-lagu pop mengikuti selera pasar. Namun di malam harinya ada drama humornya sebagai selingan. Kesenian ini disebut Organ Tarling. Tapi saya kira di masa datang akan kembali lagi ke putaran waktu, dimana yang modern adalah kesenian tarling yang sekarang sedang saya tekuni yaitu saya ngedongeng dan membaca puisi dengan irama gitar dan suling.
4. Bagaimana keberadaan tarling Indramayu menghadapi gerusan budaya modern?
Jawaban:
Group Tarling klasik gaya lama yang tidak mau mengikuti perkembangan jaman akan tersisih dengan sendirinya. Adanya pengaruh modernitas yang kian merajalela dan semakin terbukanya pasar bebas perdagangan internasional, masyarakat seniman tarling dan para pebisnis musik tak guyah dengan itu. Mereka yang fleksibel dan mengikuti prkembangan bisa terus hidup dan berjaya. Adapun yang bertahan akan bubar dan hilang nama groupnya. Karena tak akan memperoleh pasa r besar.
5. Apakah tarling Indramayu masih tetap mempertahankan pakem atau mengalami pergeseran dengan menyesuaikan diri pada tuntutan zaman, misalnya organ tunggal?
Jawaban:
Tarling kalsik di Indramayu dan di Cirebon sudah Bangkrut dan hilang. Yang ada grup Organ Dangdut Tarling. Atau Tarling dengan iringan Organ yang ada lagu dan dramanya. Tak ada pakem yang dipertahankan. Karena kesenian ini akan terus berkembang sesuai tuntutan pasar, konsisi sosisl masyarakatnya dan kemajuan tehnologi yang terus menuntut kreatifitas seniman dan masyarakat ang menjadi lahan pasarnya mencari yang praktis, mudah dan murah tentunya.
Sejak Munculnya anak-anak muda,anak kecil dan orangtua demam ngeband dan di tingkat nasional juga dipengaruhi kejayaan musik-musik group band seperti, Raja, Gigi, The Cangcuter, hingga ungu dan ST 12, di masyarakat Group Organ Tarling pun tak mau kalah. Mereka menyajikan lagu-lagu yang disukai anak muda di sore harinya bar dai malam harinya ditambahi dangdut albu lama dan drama tarling serta lagu-lagu tarling dangdut hingga pagi.
6. Mengapa lahir sebutan tarling dangdut?
Jawaban:
Sebutan Tarling dangdut dimulai manakala group-group tarling di Cirebon seperti “Putra Sangkala” (pimpinan H. Abdul Adjib), Nada Budaya (Pimpinan Sunarto Marta Atmaja), dan Jayalelana (pimpinan Maman Suparman) di Indramayu Tarling Cahaya Muda (pimpinan H. Dariah), Endang Dharma (pimpinan Hj Dadang Darniah), Dunyawati (pimpinan Pesinden Hj Dunyawati), dirasa lesu tak memperoleh panggungan tanggapan, maka muncul nama-nama baru seperti Nano romansah dan H. Udin Zaen di indramayu yang menggabungkan kejayaan musik dangdut dalam pentas tarling. Sehingga ada dua pementasan dalam satu panggung ya tarling klasik setelah dangdutan di pentas siang dan malam.
Karena jasa Nano Romansyah dan Udin Zaen inilah kemudian grup-grup tarling lainnya mengajak pentas group dangdut anak-anak muda dalam satu panggung. Cara ini untuk melanggengkan kesenian tarling klasik. Berikutnya kemudian muncul tokoh Dangdut tarling seperti Yoyo Suaryo, Ipang Supendi, Toyib Suaryo, ITI S, Wati S., Nunung Alfi, Aas Rolani, Dewi Kirana, dan Kini era Wulan, Tuti, Eddy Zaky, Wadi Oon, Dedy Thorikin, Edy Bentar, dan banyak tokoh lainnya.
Namun demikian jika awalnya mereka mengambil lagu-lagu tarling kemudian ditambahi irama dangdut menjadi Dangdut Tarling, berikutnya ada yang bertahan dengan mengambil lagu sintren didangdutin, lagu genjring umbul didangdutin dan menjadi sumber irama langgamnya. Kini karena tuntutan kejar tayang banyak juga lagu Dangdut nasional atau yang mirip dengan itu dilakukan dengan menggunakan bahasa jawa. Inilah kemudian yang saya sebut bedanya Dangdut Tarling dan Tarling Dangdut. Bahkan Tarling Klasik dangdut pun juga berbeda karena lagu dan irama kalsiknya tetap hanya dibubuhi irama dangdut.
7. Tema syair-syair lagu tarling Indramayu berbicara tentang apa saja?
Jawaban:
Jika di masa jaman tarling klasik, lagu-lagu tarling mengadopsi dari para pencipta yang tak diketahui namanya (nonim) semisal Wulan Purnama, Sumpah Suci, Gadis Indramayu, yang lebih condong pada teks edukasi dan pesan moral terhadap kaum muda dan bangsanya. Di tahun 70 an Jayana dengan Tembang kiser klasik berduet dengan Hj Dadang Darniah, tahun 80-an Hj Dariah menciptakan lagu yang bertema pendidikan juga semisal ; “Cibulan”, “Manuk Dara sepasang”, Abdul Ajib dengan “Warung Pojok” dan “Sega Jamblang”, Sunarto dengan “Melati Segagang”, di Tahun 90-an Yoyo Suwaryo yang awlnya mencipta lagu-lagu bertema keindahan dan ungkapan syukur seperti “Kiim Donga”, ‘Nyawang Gunung”, Belajar Ngaji” lalu berkembang sesuai Pasar dengan judul-judul bombastis ungkapan cinta seperti “Bapuk”, “Telaga Remis”,”Tetep Demen”, “Wis Langka Harapan”, Dilanjut oleh Ipang Supendi dengan “Tek Tunggu Rangdane, Pengen Sing Gede, dan kini di tahun 2000 an oleh berbagai nama muncul lagu dengan judul ; “Kucing Garong,” Bendungan Karet”, Prapatan Widasari”, ”Prapatan Celeng”, “Uleg-uleg Dawa”, “Kapegot Tresna”, ”diusir Laki”, “diusir Mertua”, Mujaer Mundur”,”Bareng Janji” dan lain-lainnya yang beratus dan ribuan lagi nama-nama lagunya.
8. Bahasa yang digunakan dalam syair-syair lagu tarling Indramayu, apakah bahasa Jawa Indramayu tingkat tinggi (bebasan) atau bahasa sehari-hari? Atau mengalami percampuran dengan bahasa Indonesia?
Jawaban:
Pada awalnya baik tembang pupuh, pujanggaan dan naskah tembang klasik di Indramayu dan Cirebon itu diambil dai bahasa kawi, lalu berkembang dicampuri bahasa sandi, kiasan dan wangsalan atau sastra tutur dan kemudian berubah menjadi bahasa ucap sehari-hari yang ditembangkan dengan unsur pantun ab-ab atau a-a-a-a. Baru pada dialog dalam drama tarling itu sendiri terdapat bahasa ngoko untuk antar sesama dan bebasan atau krama madya untuk anak muda pada orang tua. Namun demikian kini di dalam lagu-lagu Tarling Klasik, Tarling Dangdut, Dangdut Berbahasa Jawa, dan lagu-lagu tarling dangdut rok, dangdut tarling koplo dan dangdut tarling klasik yang berkembang sudah banyak yang menggunakan bahasa Jawa Indramayu Cirebon bercampur bahasa Indonesia, karena keterbatasan pengetahuan bahasa Jawa Indramayu-Cirebon yang oleh pengarangnya kurang dikuasai benar.
Kelebihannya jika di tahun 60-70-hingga 80 an pengarang lagu-lagu tarling adalh para tokoh seniman tua yang mumpuni, di era sekarang para pencipta lagu Dangdut tarling (Lagu dangdut berbahasa jawa Indramayu Cirebon) dan Tarling dangdut (Lagu tarling yang dinyanyikan dengan gaya dangdut nasional) dan Lagu Tarling Klasik Laras Gancang (Lagu yang murni berirama ala gamelan jawa dan berbahasa jawa Indramayu Cirebonan) yang dibuat oleh siapapun rakyat Indramayu Cirebon yang merasakan suka, kesal, sedih dan gembira. Ada yang tukang ojeg ditinggal Istrinya jadi TKW, Petani yang ditinggal istrinya kerja di Mangga Besar, Sopir Bis yang istrinya jadi TKI dan nelayan yang istrinya minta cerai dan lains ebagainya dibuat setiap hari oleh beratus ratus orang dan diwadahi oleh para pencari lagu yang kemudian diproduksi dan dibajak sendiri. Lalu CD dan MP 3 ny disiarkan melalui distribusi perdagangan Kaset emperan Nasional, juga FB, yutub dan jejaring internet lainnya, juga dari HP-ke HP dengan kecanggihan blutut-nya maka lagu dangdut tarling atau lagu Tarling dangdut dan Tarling Klasik bisa merajai dunia musik di masa lesunya group-group dangdut Nasional pasca konflik di TPI dan Munculnya nama-nama baru dari perkembangan Panggung dan CD bajakan diIndonesia yang dipelopori Inul Daratista juga Uut Permatasari dkk.
9. Apakah ada sumber-sumber tertulis tentang tarling Indramayu?
Jawaban:
Sumber tertulis baru dilakukan oleh Nurochman Sudibyo YS, Supali Kasim, Saptaguna, Agung Nuggroho dan Hadi Santoso yang membentuk tim penulisan sejarah Tarling dengan judul Buku “MIGRASI DARI GAMELAN KE GITAR SULING”
Adapun karya-karya saya yang berjudul “Sejarah Tarling Lengkap” meliputi Ki Sugra Guru teng Dung”, “Jayana Titip Gitar Lan Suling”, Abdul Adjib Nemu Tarling”, “Pesinden Wayang dan Tayub Gawe Tarling”, “Lakon Drama Tarling Semalam Sunduk dan Yang Melegenda”, “Masuknya Tari Srimpi dan Jaipong di Tarling”, “Dangdut Masuk Tarling”, “Peran Nano Romansyah, H. Udin Zaen, dan Maman Suparman di Tarling dangdut gaya Oma Irama”, “Group-Group tarling yang berjaya di tatar sunda dan jawa”, “Lagu-lagunya Yoyo Suwaryo,” “Tarling Nama Pelawak”, “ “Tarling Tinggal Lagu Kenangan di Organ Tunggal” yang belum diterbitkan karena belum ada dukungan dana.
10. Apakah sudah ada penelitian-penetlitian sebelumnya dari kalangan akademisi di dalam/di luar Indonesia tentang tarling Indramayu?
Jawaban:
Penelitian sudah banyak dilakukan tetapi selalu mentok dikarenakan tidak adanya dukungan referensi dari kalangan seniman dan budayawan. Kecuali bukti-bukti kaset lama dan piringan hitamnya di radio Cindelaras Indramayu.
Selain itu hampir di setiap tempat baik di Indramayu atau Cirebon muncul sosok penemu tarling. Hal ini sangatlah mungkin terjadi karena juika saja kita masukan dalam sebuah rupah seorang anak yang dengan sengaja dijejali setiap harinya dengan musik tradisi gamelan , dan tembang-tembang klasik Indramayu dan Cirebon, lalu setelah usia SLTP kelas 3 kita ajari ia bermain gitar dan diminta memindahkan pengalaman berkesenian serta pengetahuan nya dalam musik dan tembang tradisional Indramayu Cirebon tadi, maka ia bisa saja disebut penemu Tarling. Ini bukti bahwa ia akan dengan sendirinya melakukan pemindahan pengalaman batinnya dari suara gamelan ke dawai gitar.
Inilah Jawaban Saya. Mudah-muudahan tidak puas dan akan banyak bertanya lagi. Karena saya memiliki seribu cerita sejarah tarling yang lain dari yang lain.
NUROCHMAN SUDIBYO YS. (Ki Tapa Kelana)
Komentar